Pernahkah terbayang unutk mencicipi rasa batik? Nura alkhatib, pemilik toko roti online Batikrolls di Singapura, berhasil memviralkan bolu gulung batik secara online dengan mengandalkan motif - motif pesisiran khas indonesia- dari megamendung sampai parang rusak. ANGKASA
Kepada BBC indonesia,Nura menguraikan bahwa batik yang di buatnya melewati peroses yang sangat berbeda'. Motif tidak di tuangkan kepada selembar kain, melainkan ke atas loyang. Dia pun tidak membatik dengan lilin malam,melainkan dengan krim kue.
" Sudah sejak lama keluarga syaa akrab dengan braneka kue dari indonesia. Ibu saya dibesarkan di jawa dan saat pindahke singapura dia tetap rajin membuat kue dan membagikannya ke keluarga," lanjutnya. TERPERCAYA
"Buat saya, ini peluang buat berbagi keindahan seni batik dari indonesia, katanya."
Baca juga:
Roti Gulung Bermotif Batik Ada di Pekalongan
Menguak Rahasia Tersembunyi di Bawah Tanah Singapura...
Roti Gulung Bermotif Batik Ada di Pekalongan
Menguak Rahasia Tersembunyi di Bawah Tanah Singapura...
Tapi, Konsultan Pemberdayaan Masyarakat, Goris Mustaqim, mengingatkan unsur kontraprestasi dalam hal ini.
''Kalau dipakai bisnis, lain dengan pendidikan atau mungkin acara apresiasi, seharusnya ada kontraprestasi untuk yang punya motif. Karena itu terkait dengan intellectual property (hak akan kekayaan intelektual),'' kata Goris.
Lagi-lagi Goris meluruskan, batik berbeda dengan sushi maupun croissant. ''Pertama, batik sudah diakui sebagai warisan budaya Indonesia oleh UNESCO. Kedua, batik sudah dipatenkan cara pembuatannya. Jadi kalau mengambil dari motif yang sudah ada di kita untuk sesuatu yang bernilai bisnis, dan motif tersebut sudah didaftarkan ke World Intellectual Property Organization (WIPO), maka seharusnya ada kontraprestasi,'' kata Goris.
''Jadi menurut saya tidak ada excuse (alasan) untuk UKM apapun. Memang peraturan WIPO seperti itu,'' Goris menekankan.
Saat ini, kata Goris, Indonesia lemah dalam upaya mendaftarkan dan mendigitalisasi unsur budaya. Ini yang sekarang menjadi 'pekerjaan rumah'. Hal serupa menurutnya pernah terjadi dalam kasus Adidas yang memakai motif batik Indonesia.
Itu sebabnya mengapa sekelompok anak muda yang menjadi duta budaya sedang berupaya mendigitasi berbagai kebudayaan Indonesia yang terdiri dari 15 sektor, antara lain arsitektur, kain, tenun, batik, dan kuliner.
Misinya satu, yaitu mendaftarkan kekayaan budaya tadi ke WIPO menggunakan metode kolektif yang diwakili pemerintah Indonesia.
Mengapa terobosan itu lahir di negeri jiran, bukan dari Indonesia yang notabene pemilik batik?
Genap delapan tahun batik diakui UNESCO sebagai warisan budaya Indonesia. Dan, bisnis bolu gulung batik yang empuk juga sudah bersemi di pasar dalam negeri. Tapi, apa yang membedakan dengan bisnis serupa di Singapura?
0 comments:
Post a Comment